Contoh Makalah Agama Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu
berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam
menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan
dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah
perbedaan agama.
`Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa
dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok
masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga
keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan
pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan
kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan
bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Olehnya itu kita sebagai warga. Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap
saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan
kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi
terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan ber agama tidak
mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap
manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang
pun yang boleh mencabutnya.
Demikian
juga sebaliknya, toleransi antar umat ber agama adalah cara agar kebebasan beragama
dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun
yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya
penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan
dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat
mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan
toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat.
A.
Toleransi
Antar Umat Beragama.
1.
Pengertian
Toleransi.
Toleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang
berasal dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi
pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang
tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap
tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam
konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang
adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat
diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi
beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan
keberadaan agama-agama
lainnya.
Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih
luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat
ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik
dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama
berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan,
untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila
pertama, bertaqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing
adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama
juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang
berlainan akan terbina kerukunan hidup.
2.
Toleransi
Antar umat Beragama
Sebagai makhluk sosial manusia tentunya harus hidup sebuah
masyarakat yang kompleks akan nilai
karena terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Untuk menjaga persatuan antar
umat beragama maka diperlukan sikap toleransi. Pada sila pertama dalam
Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan
masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama menghargai manusia
oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai. Sehingga
terbina kerukunan hidup anatar umat beragama. Contoh Perwujutan Toleransi
Beragama:
“Memahami
setiap perbedaan. Sikap saling tolong menolong antar sesama umat yang tidak
membedakan suku, agama, budaya maupun ras. Rasa saling menghormati serta
menghargai antar sesama umat manusia. Contoh pelaksanaan Toleransi Beragama:
Memperbaiki
tempat-tempat umum Kerja bakti membersihkan jalan desa, membantu korban
kecelakaan lalu-lintas. Menolong orang yang terkena musibah atau bencana alam jadi,
bentuk kerjasama ini harus kita praktekkan dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan
serta tidak menyinggung keyakinan pemeluk agama lain. Melalui toleransi diharapkan
terwujud ketertiban, ketenangan dan keaktifan dalam menjalankan ibadah menurut
agama dan kepercayaan masing-masing..
Toleransi Umat Beragama di Indonesia pandangan ini
muncul dilatarbelakangi oleh semakin meruncingnya hubungan antar umat beragama
di indonesia. Penyebab munculnya ketegangan antar umat beragama tersebut antara
lain:
“Kurangnya
pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.”
3.
Upaya
untuk Mengantisipasi Konflik Antar Umat Ber Agama
Upaya Untuk Mengantisipasi Konflik Agama Konflik
berasal dari configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan
dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Sebagai contohnya, belakangan ini, kita sering mendengar konflik
antara agama antara satu dan yang lainya. Kita semua tahu bahwa agama merupakan
sumber kepercayaan setiapmanusia yang bersifat pribadi dan bebas. Namun sering
kali kepercayaan yang bersifat pribadi dan bebas tersebut malah di salah
artikan oleh sebagian pihak dan justru menjadi penyebab dari timbulnya suatu
perpecahan antar agama.
Kita dapat mengambil permasalahan konflik agama yang
sangat umum , yaitu tentang perbedaan pendapat yang sering terjadi antar
kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
Jangan sampai perbedaan pendapat tentang masalah antar keduanya memberikan
dampak negative karena konflik agama sangat sulit diatasi tanpa kesadaran yang
timbul dari hati nurani kita para pemeluk agama. Konflik antar agama dapat
meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak seorang pun dapat bersikap netral
dalam
mengatasi konflik tersebut.
Terjadinya konflik tersebut tentunya disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
1.
Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi
pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45
dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
2.
Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya
ataupun sesama pemeluk agama.
3.
Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi
antar
pemeluk agama.
Upaya yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik
agama antara lain :
Menurut
Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa
dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat
persahabatan dengan saling mengenal
lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi
kedamaian. Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama
didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili
atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok
berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk
asli juga harus berbaur atau membaur atau dibaurkan. Segala macam bentuk
ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin. Kesenjangan
sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat –
dapatnya
dihapuskan sama sekali. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common
identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat
menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Perlu
dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan/ atau dihormati oleh pihak-pihak
yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention),
melalui lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakanusaha peace making. Dalam
usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau adanya rekonsiliasi,
maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya lanjut i, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga
sebaiknya adalah mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga
(pendamai) yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik itu,
setelah mendengarkan masing-masing pihak mengemukakan masalahnya, maka si
arbitrator “mengambil keputusan dan memberikan solusi atau penyelesaiannya,
yang “harus” ditaati oleh semua pihak yang berkonflik.
Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin
dapat lebih cepat diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada
pihak yang merasa dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum
diindahkan.
Sebaliknya,
mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator
(fasilitator)
dalam konflik ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang berkonflik. Tugas
mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang berkonflik,
sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan dan kebutuhan
masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama. Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus
diusulkan oleh atau dari pihak-pihak yang berkonflik. Mediator sama sekali
tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan keluar/penyelesaian, namun dapat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu pihak-pihak yang berkonflik
untuk dapat mengusulkan atau menemukan jalan penyelesaian yang dapat diterima
oleh semua pihak. Mediator tidak boleh memihak, harus “impartial”, tidak bias,
dsb. Mediator harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders,
yaitu mereka
yang
tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai kepentingankepentingan
dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders belum diperhatikan
kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat terjadi lagi, dan akan
meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung dengan
berkepanjangan. Mengembangkan kegiatan pendamaian itu tidak mudah. Ada beberapa
tahapan atau perkembangan yang dapat kita amati yaitu:
a)
Peace making (conflict resolution) yaitu memfokuskan pada penyelesaian masalah
– masalahnya (isunya: persoalan tanah, adat, harga diri, dsb.) dengan
pertama-tama menghentikan kekerasan, bentrok fisik, dll. Waktu yang diperlukan
biasanya cukup singkat, antara 1-4 minggu.
b)
Peace keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian
yang telah dicapai dan memfokuskan penyelesaian selanjutnya pada
pengembangan/atau pemulihan hubungan (relationship) yang baik antara warga
masyarakat yang berkonflik. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup panjang, sehingga
dapat memakan waktu antara 1-5 tahun.
c)
Peace building (conflict transformation). Dalam usaha peace building ini yang
menjadi fokus untuk diselesaikan atau diperhatikan adalah perubahan struktur
dalam masyarakat yang menimbulkan ketidak-adilan, kecemburuan, kesenjangan,
kemiskinan, dsb. Waktu yang diperlukan pun lebih panjang lagi, sekitar 5-15
tahun. Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya
sengaja dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu
untuk menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak.
Hal ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi
konflik vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi
nasional atau disintegrasi bangsa.
Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan
kekerasan yang melibatkan umat berbagai agama dalam suatu masyarakat,
diperlukan sikap terbuka dari semua pihak, dan kemampuan untuk memahami dan
mencermati serta menganalisa sumber-sumber konflik. Demikian juga diperlukan
adanya saling pengertian dan pemahaman kepentingan masing-masing pihak, agar
dapat mengembangkan dan melihat kepentingan bersama yang lebih baik sebagai
prioritas, lebih daripada kepentingan masing-masing pihak yang mungkin
bertentangan.
Posting Komentar untuk "Contoh Makalah Agama Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia"